Top Menu

Selasa, 20 November 2012

10 Fakta tentang Remaja (Ziyda AR_21)

Masa remaja adalah masa pencarian jati diri dimana otak dan kepala para remaja ini mengalami beberapa perubahan yang perlu diperhatikan. Dalam masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa ini, remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik serta psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik postur tubuh ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Perubahan-perubahan ini dapat dilihat dari perilaku remaja yang acapkali penuh drama, tak rasional, dan agresif tanpa alasan yang jelas. Di sisi lain, para remaja ini juga memiliki kebutuhan yang besar akan kebebasan dan kasih sayang.  Pada masa remaja ini pula terjadi pertumbuhan otak secara drastis. Seperti dilansir LiveScience, Rabu (3/10/2012), berikut adalah 10 perubahan yang terjadi pada otak para remaja:
1. Otak Dalam Tahap Perkembangan
        Usia remaja kebanyakan ditentukan pada rentang usia antara 11 – 19 tahun. Masa-masa ini dianggap sebagai masa kritis pembangunan. Ketika melalui masa pertumbuhan ini, ketrampilan kognitif dan kemampuan baru akan muncul.

            “Otak terus berubah sepanjang waktu, tetapi ada lompatan besar dalam perkembangannya ketika memasuki masa remaja. Orangtua harus memahami bahwa meskipun anaknya tumbuh besar, pada tahap ini remaja masih berada dalam masa perkembangan yang akan mempengaruhi kehidupannya selanjutnya,” kata Sara Johnson, asisten profesor di Sekolah Johns Hopkins Bloomberg of Public Health.
2. Otak Mulai Mekar
         Pada bayi, otak mengalami pertumbuhan koneksi yang amat besar. Namun ketika memasuki usia 3 tahun, beberapa sambungan tersebut kemudian dipangkas agar lebih lebih efisien.

Tetapi temuan yang diterbitkan jurnal Nature Neuroscience menegaskan bahwa ledakan pertumbuhan saraf terjadi untuk kedua kalinya tepat menjelang pubertas. Puncaknya adalah saat usia sekitar 11 tahun untuk anak perempuan dan 12 tahun untuk anak laki-laki. Perkembangan ini diperkirakan terus berlanjut hingga usia 25 tahun. Beberapa perubahan kecil juga tetap berlangsung seumur hidup.
3. Memiliki Kemampuan Berpikir yang Baru
           Peningkatan sambungan saraf memicu otak remaja jadi lebih efektif dalam mengolah informasi. Remaja mulai memiliki kemampuan komputasi dan belajar mengambil keputusan layaknya orang dewasa. Akan tetapi, remaja masih terlalu dipengaruhi oleh emosi karena otaknya lebih mengandalkan sistem limbik yang mengedepankan emosi ketimbang korteks prefrontal yang mengolah informasi secara rasional.

4. Rewel Kepada Orangtua
            Remaja berada di tengah kesenangan memperoleh keterampilan baru yang luar biasa, terutama yang berkaitan dengan perilaku sosial dan pemikiran abstrak. Tapi karena belum pandai menggunakan, remaja harus melakukan percobaan. Terkadang orangtuanya sendiri dijadikan sebagai kelinci percobaan.

                 Banyak remaja melihat konflik sebagai sarana untuk mengekspresikan diri dan mengalami kesulitan untuk berfokus pada hal-hal abstrak atau memahami sudut pandang orang lain. Pada dasarnya remaja masih membutuhkan orangtuanya dengan kematangan emosional agar membantunya tetap tenang.
5. Gejolak Emosi yang Intens
               Masa pubertas merupakan awal dari perubahan besar dalam sistem limbik, yaitu bagian otak yang tidak hanya membantu mengatur detak jantung dan kadar gula darah, tetapi juga penting untuk membentuk memori dan emosi. Selama masa remaja, sistem limbik lebih banyak mendominasi dibandingkan korteks prefrontal yang berhubungan dengan kemampuan perencanaan, pengendalian dorongan dan daya nalar yang lebih tinggi.

                    Bersamaan dengan perubahan hormonal, dampak dominasi sistem limbik ini membuat emosi yang dialami terasa lebih intens, misalnya kemarahan, ketakutan, agresi, kegembiraan dan daya tarik seksual.
6. Sangat Memperhatikan Kata Teman
               Karena remaja mulai mampu berpikir abstrak, kecemasan sosialnya pun meningkat. Demikian menurut penelitian yang dimuat jurnal Annals of New York Academy of Sciences. Penalaran yang abstrak memungkinkan remaja memperhatikan bagaimanakah dirinya dilihat oleh orang lain.

Remaja dapat menggunakan keterampilan baru untuk memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya. Itulah mengapa remaja sangat mendengarkan pendapat temannya. Namun di sisi lain, teman juga membantu para remaja mempelajari keterampilan baru seperti negosiasi, kompromi dan perencanaan kelompok.
7. Tak Pandai Mengukur Risiko
           Kewaspadaan remaja bisa dibilang lambat bergarak karena dominasi sistem limbik yang mengedepankan emosi. Akibatnya remaja memiliki toleransi risiko yang lebih tinggi dibanding orang dewasa. Secara keseluruhan, perubahan ini dapat membuat remaja rentan terlibat perilaku berisiko seperti mencoba narkoba, terlibat perkelahian atau perilaku lain yang tidak aman.

8. Membutuhkan Figur Orangtua
               Sebuah survei terhadap remaja mengungkapkan bahwa 84 persen remaja memikirkan ibunya dan 89 persen memikirkan ayahnya. Lebih dari tiga perempat remaja suka menghabiskan waktu bersama orangtuanya. Sebanyak 79 persen senang bercengkrama dengan ibu dan 76 persen dengan ayah. Remaja masih membutuhkan orangtuanya untuk mempelajari bagaimanakah hidup mandiri dan menyiapkan diri untuk membentuk rumah tangganya sendiri.

9. Butuh Tidur Lebih Banyak
              Mitosnya adalah remaja lebih banyak membutuhklan waktu tidur ketimbang saat masih kanak-kanak. Namun sebenarnya kebanyakan masalah tidur yang dialami remaja adalah pergeseran ritme sirkadian selama masa remaja. Remaja cenderung bangun siang namun terjaga sampai larut malam. Ditambah banyaknya kegiatan, banyak remaja akhirnya sampai kurang tidur. Akibatnya dapat memperburuk pengambilan keputusan. Tidur yang cukup dapat membantu otak remaja bekerja lebih optimal.

10. Narsis
                Perubahan hormon saat pubertas berdampak besar bagi otak, salah satunya adalah memacu reseptor oksitosin diproduksi lebih banyak. Oksitosin meningkatkan kepekaan sistem limbik dan berkaitan dengan perasaan kesadaran diri, sehingga membuat remaja merasa seolah-olah ada orang yang mengawasi. Hal ini mungkin membuat remaja jadi tampak egois. Di sisi lain, perubahan hormon dalam otak remaja ini juga dapat membuat remaja menjadi lebih idealis. Sampai otaknya berkembang untuk menghadapi isu-isu yang bersifat abu-abu, remaja cenderung berpikir secara sepihak.



0 komentar:

Posting Komentar